created by Febri uwak Jr.
Syarat-syarat
Pembelaan Diri yang Dibenarkan Hukum
Berdasarkan keadaan yang
Saudara ceritakan, kami berasumsi bahwa si pemilik rumah memergoki pencuri pada
waktu yang bersangkutan sedang melakukan tindak pidana. Kemudian, si pemilik
rumah melakukan perlawanan dan terjadi kontak fisik dengan pencuri yang
mengakibatkan si pencuri mati.
Sebagaimana telah kami jelaskan dalam artikel Kenapa
Orang yang membunuh Karena Membela Diri Tetap Ditahan Polisi? seseorang
tidak dapat dihukum karena melakukan perbuatan pembelaan darurat untuk membela
diri atau orang lain atau hartanya dari serangan atau ancaman yang melawan
hukum. Hal ini diatur dalam Pasal 49 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) yang berbunyi sebagai berikut:
(1) Tidak
dipidana, barang siapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri
sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta Benda sendiri
maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat
pada saat itu yang melawan hukum.
(2) Pembelaan
terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh keguncangan jiwa
yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana.
Pasal 49 KUHP tersebut mengatur mengenai
perbuatan “pembelaan darurat” atau “pembelaan terpaksa” (noodweer) untuk
diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda
sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang
sangat dekat. Menurut pasal ini, orang yang melakukan pembelaan darurat tidak
dapat dihukum. Pasal ini mengatur alasan penghapus pidana yaitu alasan pembenar
karena perbuatan pembelaan darurat bukan perbuatan melawan hukum.
Syarat-syarat pembelaan darurat menurut R.
Soesilo dalam buku “Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta
Komentar-Komentar lengkap Pasal Demi Pasal” (hal. 65-66), yaitu:
1.
Perbuatan yang dilakukan itu harus terpaksa dilakukan untuk mempertahankan
(membela). Pertahanan itu harus amat perlu, boleh dikatakan tidak ada jalan
lain. Di sini harus ada keseimbangan yang tertentu antara pembelaan yang
dilakukan dengan serangannya. Untuk membela kepentingan yang tidak berarti
misalnya, orang tidak boleh membunuh atau melukai orang lain.
2.
Pembelaan atau pertahanan itu harus dilakukan hanya terhadap kepentingan-kepentingan
yang disebut dalam pasal itu yaitu badan, kehormatan dan barang diri sendiri
atau orang lain.
3.
Harus ada serangan yang melawan hak dan mengancam dengan sekonyong-konyong atau
pada ketika itu juga
Soesilo memberi contoh “pembelaan darurat” (Pasal
49 ayat [1] KUHP) yaitu seorang pencuri mengambil barang orang lain,
kemudian si pencuri menyerang orang yang punya barang itu dengan pisau belati.
Di sini orang itu boleh melawan untuk mempertahankan diri dan barangnya yang
dicuri itu, sebab si pencuri telah menyerang dengan melawan hak. Selanjutnya,
serangan itu harus sekonyong-konyong atau mengancam ketika itu juga. Tapi, jika
si pencuri dan barangnya itu telah tertangkap, maka orang tidak boleh membela
dengan memukuli pencuri itu, karena pada waktu itu sudah tidak ada serangan
sama sekali dari pihak pencuri, baik terhadap barang maupun orangnya.
Kemudian, Soesilo juga memberikan contoh
“pembelaan darurat yang melampaui batas” atau noodweer-exces (Pasal
49 ayat [2] KUHP) sebagai berikut:
Misalnya seorang agen polisi yang melihat
istrinya diperkosa oleh orang, lalu mencabut pistolnya yang dibawa dan
ditembakkan beberapa kali pada orang itu, boleh dikatakan ia melampaui
batas-batas pembelaan darurat, karena biasanya dengan tidak perlu menembak
beberapa kali, orang itu telah menghentikan perbuatannya dan melarikan diri.
Apabila dapat dinyatakan pada hakim, bahwa bolehnya melampaui batas-batas itu
disebabkan karena marah yang amat sangat, maka agen polisi itu tidak dapat
dihukum atas perbuatannya tersebut.
Jadi, berdasarkan uraian di atas kiranya dapat
disimpulkan bahwa KUHP mengatur mengenai perbuatan yang dilakukan seseorang
untuk mempertahankan diri atau barangnya dari serangan yang melawan hak.
Pembelaan darurat dalam rangka mempertahankan diri tidak dapat dikatakan
melanggar asas praduga tidak bersalah atau dikatakan main hakim sendiri. Jika
si pemilik rumah yang menyebabkan si pencuri mati tersebut dapat membuktikan di
sidang pengadilan bahwa perbuatannya itu dilakukan dalam rangka pembelaan
darurat, maka dia tidak dapat dihukum. Untuk itu, hakim akan mengeluarkan
putusan yang melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum (ontslag van
alle rechtsvervolging).
Dasar hukum:
Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht) Staatsblad
Nomor 732 Tahun 1915
Tidak ada komentar:
Posting Komentar